1. Hubungan Interpersonal
a. Model-model Hubungan
Interpersonal
Ada 4 model hubungan interpersonal
yaitu :
1. Model Pertukaran Sosial (social
exchange model)
Hubungan interpersonal disamakan
dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu
yang memenuhi kebutuhannya. Dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran
(akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil atau laba (ganjaran
dikurangi biaya).
2. Model Peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan
sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai
naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu
bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan
(role demands), memiliki keterampilan (role skills) dan terhindar
dari konflik peranan. Tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang
harus dijalankan. Sementara itu keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan
peranan tertentu.
3. Model Permainan (games people
play model)
Model permainan menggunakan
pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam
berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permainan. Kepribadian
dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian :
- Kepribadian orang tua (aspek
kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau
yang dianggap sebagi orang tua).
- Kepribadian orang dewasa (bagian
kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).
- Kepribadian anak (kepribadian yang
diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi
intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
4. Model Interaksional (interacsional
model)
Model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural,
integratif dan medan. Model ini menggabungkan model pertukaran, peranan, dan
permainan.
b. Memulai Hubungan
Adapun tahap-tahap dalam hubungan
interpersonal yakni meliputi :
1. Pembentukan.
Tahap ini sering disebut juga dengan
tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses
perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha
kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing
pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain.
Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri.
Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan,
tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger
informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu
:
a. informasi demografis
b. sikap dan pendapat (tentang orang
atau objek).
c. rencana yang akan datang.
d. kepribadian.
e. perilaku pada masa lalu.
f. orang lain.
g. hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat
statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan
interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan
keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu
:
a. Keakraban. Pemenuhan kebutuhan
akan kasih sayang antara komunikan dan komunikator.
b. Kontrol. Kesepakatan antara kedua
belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih
dominan didalam komunikasi tersebut.
c. Respon yang tepat. Feedback atau
umpan balik yang akan diterima tidak boleh membuat komunikator salah memberikan
informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat.
d. Nada emosional yang tepat.
Keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung.
c. Hubungan Peran
Dalam suatu hubungan juga perlu
adanya companionate love, passionate love dan intimacy love. Karena apabila
kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau mungkin hanya salah satu di
antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka yang akan terjadi adalah
hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng atau awet, justru
sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari pasangannya tersebut
sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan tidak akan ada lagi
harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan langgeng.
d. Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi dapat diartikan sebagai
kedekatan atau keakraban dengan orang lain. Intimasi dalam pengertian yang
lebih luas telah banyak dikemukan oleh para ahli, yaitu :
1. Shadily dan Echols (1990)
mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling
percaya dan kekeluargaan. Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi
sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan
kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa
suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang
didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan
pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling
berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
2. Intimasi menurut Levinger &
Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang
dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya
saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan
dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih
bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan,
pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk
perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung
jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
3. Atwater (1983) mengemukakan bahwa
intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan
kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi
mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan
perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang
penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan
memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui
saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati,serta
kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia
dkk,2001).
4. Proses intimasi perlu untuk
memasukkan unsur perasaan bersatu dengan orang lain. Kebutuhan untuk bersatu
dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk
membentuk suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik
(Papalia dkk, 2001). Kedekatan perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu
hubungan yang erat dimana hubungan ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan
Parrot, 1999).
e. Intimasi dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran,
untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak
akan bertumbuh jika tidak ada cinta. Keintiman berarti proses menyatakan siapa
kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita. Keinginan setiap
pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
1.Kita tidak mengenal dan tidak
menerima siapa diri kita secara utuh.
2. Kita tidak menyadari bahwa
hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
3. Kita tidak percaya pasangan kita
sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
4. Kita dibentuk menjadi orang yang
berkepribadian tertutup.
5. Kita memulai pacaran bukan dengan
cinta yang tulus.
2. Cinta dan Perkawinan
a. Memilih Pasangan
Banyak orang yang pikirannya terlalu
pendek dalam hal memilih pasangan sehingga gagal dalam pernikahannya.
Prinsipnya adalah jika hanya berpedoman pada hal-hal yang sifatnya duniawi
(kecantikan atau ketampanan dan kekayaan) maka akan sangat sulit dalam
menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena semua itu hanya bersifat
sementara dan sangat mudah berubah. Jika jatuh cinta hanya karena melihat dari
segi kecantikan atau ketampanan dan kekayaan, maka cinta tersebut akan sangat
mudah berkurang bahkan hilang. Jika memang cinta pada seseorang maka lahirlah
ketampanan atau kecantikan, bukan sebaliknya. Masalah fisik, banyak yang
berkata bahwa wanita cantik hanya pantas untuk laki-laki tampan, begitu pula
sebaliknya. Dan apa yang terjadi ketika teman kita yang mungkin tak begitu
cantik mendapatkan suami yang tampan dan juga kaya, maka kita biasanya akan
protes. Kita merasa bahwa dirinya tak pantas dan kitalah yang lebih pantas.
Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya
memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Maka dari itu
harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih pasangan yang baik.
b. Hubungan dalam Perkawinan
1. Romantic Love
Saat ini adalah saat Anda dan
pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan
madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan
bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
2. Dissapointment or
Distress
Di tahap ini pasangan suami istri
kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan,
berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari
pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang
memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke
pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan
masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke
situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak
pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
3. Knowledge and Awareness
Pasangan suami istri yang sampai
pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya.
Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan
pernikahan itu terjadi. Pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk
meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua
atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
4. Transformation
Suami istri di tahap ini akan
mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan
untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah
berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam
mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling
menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan
perkawinan yang nyaman dan tentram.
5. Real Love
“Anda berdua akan kembali dipenuhi
dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan
pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang
dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan
perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih
pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk
Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real
love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,”
ingat Dawn.
c. Penyesuaian dan Pertumbuhan
dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan
sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak. Relasi yang diharapkan dalam sebuah
perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan
kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat
menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit
mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis. Pada dasarnya, diperlukan
penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri
dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah,
berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran
adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya,
tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan
terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
d. Perceraian dan Pernikahan
Kembali
Apa yang akan mempengaruhi seseorang
untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda
yang menikah lagi karena tidak memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Faktor
pendidikan, pendapatan dan sosial juga bisa menjadi penyebab seseorang untuk
menikah lagi. Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik yang tinggi
terhadap hal-hal yang baru. Semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk
suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai
pria yang sekarang menjadi pasangan karena ketampanan, kelembutan dan tanggung
jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu
adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang
lebih kuat dan jika sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula.
Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat
jenuh dalam pernikahan.
e. Alternatif selain
Pernikahan
Ada beberapa orang yang memutuskan
untuk tidak memiliki pasangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa ketika
kehidupan itu kita jalani dengan pasangan akan terasa sulit karena menemukan
berbagai persoalan yang nantinya kemungkinan bisa saja kita hadapi.
Pertunangan merupakan alternatif lain. Melajang adalah salah satu alternatif
untuk tidak menikah. Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa,
selama pelajang menikmati hidupnya. Akan tetapi hakikatnya menikah itu adalah
ibadah. Hidup akan lebih indah melalui segala bentuk kehidupan bersama
pasangan. Seseorang yang memutuskan untuk sendiri (single life) bisa
saja disebabkan karena traumatik tersendiri yang pernah mereka rasakan sehingga
membuatnya untuk tidak berani lagi memulai hidup secara bersama. Pengalaman
memang berperan penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Pernikahan
bisa mengubahnya menjadi lebih kuat namun tidak sedikit yang lemah
karenanya. Membuat seseorang takut memulai, namun juga menimbulkan arti yang
mendalam. “Pernikahan yang sukses adalah seperti tenunan dalam beludru
kehidupan praktis. Seperti nada harmoni yang dipetik hubungan realistis. Dan
pernikahan yang sukses adalah hasil gabungan cinta, penghormatan, kesetiaan,
dan sikap saling mendukung”.
Sumber :
http://21juli1991.blogspot.com/2013/05/hubungan-interpersonal.html
http://bio-nikith.blogspot.com/2013/05/hubungan-interpersonal.html
http://dinda-dewi.blogspot.com/2013/05/tulisan-6-cinta-dan-perkawinan.html
http://khayeoja.blogspot.com/2012/04/cinta-dan-perkawinan.html
http://nadyanavyanti.blogspot.com/2014/05/kesehatan-mental-tugas-ke-3.html